DreadOut Full Version Rilis.
Setelah penantian yang cukup lama,Digital Happiness akhirnya telah merilis DreadOut secara resmi. Game horrorbuatan studio yang berasal dari Bandung ini menarik minat banyak orang, bahkan hingga menarik gamers di luar Indonesia.
Setelah demo-nya yang dirilis per April 2013, ekspektasi game indie ini cukup tinggi karena kembali menghadirkan genre survival horror yang sudah dinanti-nantikan. Dengan beberapa perubahan yang dihadirkan,Dreadout berhasil menghadirkan pengalaman horror yang menyeramkan, meski masih tak lepas dari sejumlah kekurangan.Cerita dimulai ketika Linda bersama teman-teman dan gurunya pergi dalam sebuah karyawisata. Tetapi, mereka malah tersesat di sebuah kota kecil dan tidak berhasil menemukan orang lain. Mencoba menyelidiki, mereka pun kemudian pergi ke sebuah sekolah dimana Linda terpisah dan petualangan horror pun dimulai.
Dalam DreadOut, gamers harus memecahkan teka-teki dan menghadapi berbagai macam hantu. Untuk menghadapi hantu yang muncul, gamers akan dibekali dengan kamera smartphone yang tak cukup menjelaskan bagaimana bisa digunakan untuk melenyapkan para hantu. Digital Happiness juga telah melakukan beberapa perubahan dari demo-nya seperti mekanisme yang tidak bisa lagi melakukan “rapid-fire” untuk mengalahkan hantu.Informasi seputar hantuKualitas grafis untuk game buatan anak Indonesia inipun boleh dikatakan tampil bagus.
Terlihat bagaimana model 3D karakter dan hantu memiliki detil berikut tekstur dengan resolusi cukup tinggi. Sayangnya, tekstur untu kenvironment-nya masihlah dinilai kurang bagus, Jadi, ada kalanya gamers bisa melihat bagaimana pecahnya kualitas teksturenviron mentsaat mengarahkan kamera smartphone.
Suasana musiknya pun berhasil mendukung persembahan suasana horror yang kental. Belum lagi ditambah dengan efek suara yang sering membuat jantung berdebar. Sayang, normalisasi suaranya bisa dibilang masih kurang. Efek suara hantu atau petunjuk yang terdengar cukup keras akan membuat gamers mengira posisinya sudah sangat dekat, padahal nyatanya masih jauh.Gantungan gunting yang menyeramkan Suasana horror dalam Dreadout memang terasa sangat mencekam, tetapi beberapa kekurangan yang dialami memang kadang mengurangi rasa seram, wakau ada juga yang malah membuat jadi lebih seram.
Beberapa kekurangannya adalah sistem lighting dan tekstur yang kurang baik, suara yang tidak dinormalisasi, kurangnya opsi pengaturan dan tidak bisa diakses ketika bermain (harus kembali kemain menu), dengan desain game secara menyeluruh yang kurang memuaskan.
Hal lain yang menjadi masalah adalah durasi bermainnya.DreadOut akan hadir dalam dua bagian cerita, dimana bagian kedua akan hadir sebagai DLC gratis.
Tetapi bagian pertama ini terasa amat pendek, yang kiranya hanya akan mengonsumsi waktu kurang dari lima jam. Apalagi jika gamers sudah mengetahui cara memecahkan teka-teki dan hantu-hantunya.
Dan kekurangan lainnya terletak pada latar belakang ceritanya yang sangatminim, termasuk penjelasan barang-barang yang diambil dimana tidak digunakan sama sekali sampai tamat,membuat production value dari Dreadout terasa cukup rendah.Jurnal yang tidak begitu membantu Sebagai game horror buatan anak bangsa,DreadOut bisa dibilang tampil memuaskan, bahkan hingga bisa membuat orang luar merinding memainkannya.
Sayang, desain game yang terlalu dangkal dan minimnyareward and punishment, membuat DreadOut lebih cocok dikatakan sebagai “horror simulator” daripada game. Hal lainnya yang cukup mengecewakan adalah hilangnya voiceover dalam bahasa Indonesia, padahal sebelumnya didemoada opsi tersebut.
Dengan harga $15 untuk game waktu bermain yang tidak begitu lama, mungkin ada gamers yang merasa harga tersebut agak tinggi. Tapi, sebenarnya ada satu wilayah “rahasia” dimana gamers bisa bertemu dengan berbagai macam hantu. Ditambah lagi, gamers akan mendapatkan bagian kedua secara gratis, yang diharapkan memiliki konten banyak. Jadi rasanya, harga$15 cukuplah pantas, hitung-hitung mendukung game buatan anak negeri sendiri.
Related Posts :
- Back to Home »
- Horor , Petualangan »
- DreadOut Full Version Rilis 2014